Sabtu, 04 Juli 2015

(bukan resensi) Sekedar Kesan tentang Muqaddimah Ibnu Khaldun

Patung Ibnu Khaldun di Tunisia
Membuat resensi dari buku setebal 846 halaman! Kamu pikir aku gila?
Yah, itulah pikiranku pertama kali saat aku berpikiran mau membuat resensi dari buku Muqaddimah karya Ibnu Khaldun. Orang, mau buat resensi dari buku tipis aja masih bingung cara buatnya gimana. Itu juga masih nyari contoh-contohnya dari blog-blog buku :v
Kesan pertama dari buku Muqaddimah ini adalah bagus. Oke, aku tau, aku tau, itu adalah perkataan orang-orang yang malas berpikir. Ya, mau gimana lagi, memang bagus kok. Dari buku tebal ini — tambahan yah, tebalnya tu 5 senti — aku bisa mendapatkan berbagai ilmu yang menurutku “langka” di jaman sekarang ini. Dari mana coba kita bisa membaca sejarah tentang raja-raja (baik raja-raja di zaman para nabi maupun raja-raja setelah wafatnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam) seakan-akan kita melihat sendiri? Mau dapetin dari mana coba sejarah-sejarah seperti itu? Dari internet? Apa dari buku yang terbit akhir-akhir ini? Susah ya dapetinnya. Jadi kan kalau misalnya aku mau mendapatkan sejarah tentang tahun 1800-an, otomatis kan aku bakalan bertanya kepada orang yang hidup pada zaman segitu. Nah, begitu pula dengan buku ini. Kalau aku kira-kira sih, Ibnu Khaldun itu hidup pada zamannya kerajaan Bani Abbasiyah di masa kerajaan Makmun (setelah Harun Ar Rasyid). Jadi otomatis, sejarah yang disampaikannya itu serasa kita melihatnya di depan mata kita sendiri. Wow banget nggak tuh.
Memang sih untuk mendapatkan buku yang bagus, apalagi buku yang sudah termasuk kuno seperti Muqaddimahnya Ibnu Khaldun itu mendapatkannya lumayan sulit karena nggak bakalan ketemu di Gramed. Untungnya aja pas aku ke toko buku Aziz Samarinda tempo hari langsung nemuin tuh buku. Harganya juga nggak mahal kok cuma seratus ribu dikurangin seribu. Murah, kalau dibandingkan dengan tebalnya dan kualitas yang ditawarkan.
Sekarang mah dapetin buku yang berkualitas itu lumayan sulit. Kalau buku-buku yang bagus itu dapetinnya ya yang buku-buku zaman dulu, pas waktu orang-orang pada semangat menyampaikan ilmu. Misalnya saja zamannya dinasti Bani Abbasiyah. Banyak banget tuh buku-buku tebal yang diproduksi pada masa itu. Dan kebanyakan berkualitas. Beda sama buku sekarang yang menang banyakan gambar dan banyak-banyakin promosi. Karena ya, zaman sekarang memang minat menuntut ilmu itu rendah. Ya, lumayan dikit lah naiknya. Oh ya, ada juga di toko buku Aziz tu buku-buku tebal tentang hadits dan buku-buku karya ulama yang memang mumpuni keilmuannya. Contohnya aja buku Roh oleh Ibnu Qoyyim Al Jauziyah (kalau nggak salah). Itu bukunya mah lebih tebal lagi daripada buku yang lagi kubaca sekarang ini (Muqaddimah). Terus ada juga Tafsir At Thabrani yang kalau nggak salah tu belasan jilid (yang kuingat cuma tebalnya aja: kurang lebih satu meter). Wuih, ternyata ilmu-ilmu itu sampai sekarang masih ada — yang terjemahan Indonesia pastinya :v — tinggal kitanya aja mau baca apa nggak.
Sorry lah, jelasin bukunya kurang detail. Biar kalian penasaran terus nyari di toko buku :v
Hahaha…
Tau nggak, ternyata Mark Zuckerberg (CEO Facebook) kagum lo sama Muqaddimahnya Ibnu Khaldun!
Masak kita kalah? :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar