Pagi ini aku terbangun dari tidur sejenakku. Kembali membuka mushaf
guna membacanya kembali sebagai persiapan ujian sepuluh juz. Tapi
ternyata tidaklah mudah karena kenangan-kenangan masa lalu berkelebat
membanjiri pikiranku.
Ah, sungguh menyedihkan mengingat kembali kenangan-kenangan masa laluku terutama masa kecilku.
Aku
selalu tidak suka ketika kenangan-kenangan masa lalu datang
menghantuiku. Entah itu kenangan baik maupun buruk. Ketika hadir
kenangan burukku, aku sungguh-sungguh menyesal telah melakukannya dan
terus menghantui kegiatanku saat itu. Seakan-akan aku ingin berteriak,
“Ya Allah, kenapa Kau hadirkan kembali kenangan buruk itu?!”
Ketika
kenangan-kenangan indah hadir, aku ingin sekali mengulangi kenangan
indah itu. Tapi, ah, kenangan tetaplah kenangan. Dulu tetaplah dulu, tak
bisa terulang kembali. Ketika kenangan indahku terjadi pas SD, nggak
mungkin aku mengulangnya kembali karena aku SMA sekarang. Walaupun
kenangan itu terjadi dengan ibuku tersayang. Ibuku tahun lalu tentu saja
berbeda dengan ibuku tahun ini biarpun orangnya tetap dan kebaikannya
pun tak berubah. Pasti ada yang berbeda. Aku ingin mengulangnya tapi tak
bisa. Itu sungguh menyakitkan.
Itulah sebabnya kenapa banyak status: Aku ingin kembali menjadi anak kecil.
Sebenarnya
sih, kalau mau diukur pake logika, di usia berapapun kita saat ini
tentu saja ada enak dan nggak enak. Tapi, yang namanya perasaan itu
memang tak bisa diukur dengan logika. Tetap saja kita akan terkenang
kembali dengan masa-masa kecil kita entah itu menyenangkan maupun tidak.
Kembali aku melantunkan juz dua hingga juz tiga sambil terus teringat masa laluku.
Ya
Allah, kenapa Engkau malah memberikan kenangan-kenangan itu di saat aku
ingin focus seperti ini? Aku malah kesusahan ngaji karena terus-menerus
menahan isakan tangis yang tergumpal perih di leher kananku.
Walaupun efek baiknya, aku jadi tidak ngantuk.
Teringat
kembali kenangan ketika aku SD. Entah kelas berapa tapi kayaknya kalau
nggak kelas lima ya kelas enam. Waktu itu, pagi hari, aku diantar ma Om
Anto berangkat ke sekolah. Aku masih ingat sekali keindahan senyum yang
terpancar dari wajahnya. Aku menyeliminya dan dia pulang. Waktu
mengenang itu, aku bahagia dan ingin mengulangnya kembali walau aku tau
itu nggak mungkin. Itu sangat menyakitkan sekali. Malam harinya, Om Anto
kecelakaan dan seketika dia kritis dan meninggalnya di rumah sakit. Ya
Allah, miris sekali terkenang ingatan seperti itu.
Terkenang
kembali ke tahun dua ribu satu. Mungkin waktu itu aku kelas satu. Aku
di rumah sakit sedangkan ibuku terbaring di kasur setelah melahirkan
adik pertamaku, Adek Aziz namanya. Aku ingat sekali, betul-betul ingat,
hari-hari sebelum adikku lahir ke bumi. Aku sangat bahagia sekali karena
nggak terasa aku akan memiliki adik. Waktu itu aku berjanji akan
melindungi adiku satu-satunya itu kalau ada yang berani mengganggunya.
Sungguh kenangan yang indah dan menyakitkan sekali karena aku tidak bisa
mengulangnya kembali.
Aku ingat sekali ketika aku SD,
kartun yang kusuka adalah Jimmy Neutron. Aku sangat terobsesi dengannya,
sampai-sampai laci lemari di kamarku penuh dengan cairan-cairan kimia
dan elektronik. Aku bahkan saat itu sudah tau nama-nama kimia seperti
asam asetat, natrium klorida, dan natrium bismuth karbonat (untuk
senyawa yang satu ini, ak sempat heran sekian lama karena rumus kimianya
NaHCO4 bukan NaBiCO4 seperti yang diduga sebelumnya). Ketika ibuku
menemukanku keasyikan dengan kesendirian itu, ibuku selalu berkata,
“Yan, mainlah sama anak lainnya di luar!” Yap, aku nggak punya teman.
Aku ingat juga ketika Ibu bertanya, “Mau jadi apa besar nanti?”
“Ya, jadi ilmuan, lah...,” jawabku.
Entah
kenapa kurasa harapan itu mulai lenyap karena SMP-ku dan SMA-ku pondok
bukannya sekolah favorit seperti yang aku inginkan.
“Bu, kok kuliahku entar harus di kuliahan islam?” protesku suatu hari.
“Kan kamu dulu pas masih kecil pengen jadi ilmuan. Bukannya yang belajar agama disebut ulama, ilmuan?” Aku nggak sependapat.
Kenangan-kenangan yang lain kembali mengeroyoki kefokusan ngaji di masjid.
Saat-saat ketika aku nyanyi My Heart sama Audya di panggung tujuh belasan di sekolah.
Ketika aku suka ma Sarah.
Ketika
aku kelahi ma Angga demi Sarah (padahal itu kelas enam SD) yang
ujung-ujungnya aku ma bapakku pergi ke rumahnya Angga minta maaf.
Kenangan ketika aku dimarahi ibu.
Ketika aku bersembunyi di kolong ranjang, tempat favoritku. Itu terjadi ketika ibuku marah-marah.
Kalau nggak, kuhantup-hantupkan kepala ke dinding.
Kenangan-kenangan
indah yang menyiksaku karena tak bisa kuulangi kembali karena faktor
masa dan kenangan-kenangan buruk maupun kenangan-kenangan usil, jahat,
dan kenangan-kenangan lainnya terus menyesakkku, berkonspirasi dengan
tangis yang kutahan dan turut memperberat suaraku.
Cukup sudah. Aku nggak bisa ngaji lagi!
Aku
yakin, kenangan-kenanganku selama berada di Isy Karima nggak bakal bisa
kulupakan, sama susahnya dengan kenangan-kenangan masa kecilku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar