Minggu, 15 November 2015

Buku yang Terabaikan

Oh ya kawan, sebelumnya kamu sepakat nggak sama aku kalau sekarang ini sudah bukan zamannya buku lagi?
Oke, mungkin pernyataan ini agak ngawur. Nggak sebegitunya juga sih kalau sekarang bukan zamannya buku. Toh, masih banyak orang yang membaca buku. Cuma pertanyaannya sekarang buku apa yang dibaca.
Nah itu.
Kebanyaan sih yang dibaca itu novel. Kenapa ya? Soalnya memang seru aja sih kalau baca novel itu. Temanku ada yang punya novel tebalnya ngalah-ngalahin kitab Fadhailul Amal, ada juga yang punya novel berjilid-jilid ngalahin jilid-jilidnya Tafsir Ibnu Katsir; contohnya aja novel Harry Potter, Twilight, Ther Mellian, atau Percy Jackson.
Apa ya kira-kira penyebabnya?
Kalau menurutku sih karena sekarang ini dunia terlalu rame! Ya, itu penyebabnya. Kok bisa? Coba deh sekarang kita pikirkan kembali, kalau kita membaca buku itu dalam kondisi tenang atau rame? Tentunya tenang, bukan? Nah, sekarang tu kehidupan kita sangat rame, makanya agak males juga sih kalau megang buku.
Rame akan:
  • Berita-berita “panas”
  • Notifikasi gadget
  • Kalau gadgetnya sepi dibuat rame
  • Musik-musik MTV yang kita setel nyaring-nyaring
  • Teriakan headset yang 24 jam terinstall di kuping
  • … dan kebisingan-kebisingan lainnya
Hidup kita sudah terlalu rame!
Terlalu bising!
Itulah sebabnya kita saat ini susah membaca buku.
Aku melihat ulama-ulama kami, ustadz-ustadz kami, masyayikh kami, mereka adalah orang-orang yang tenang makanya sangat gencar dan giat sekali membaca buku. Buku Imrithi mungkin bukanlah level mereka yang gemar membaca kitab-kitab tebal terutama hadits-hadits dan tafsir-tafsir. Apalagi kalau dibandingkan dengan kita yang sekarang ini membaca hadits Arbain aja susahnya minta ampun. Itu juga kita mau baca kalau sudah ada tugas dari syaikh kita maupun kalau ada lomba.
Lalu, di mana posisi kita dalam peradaban yang sangat dinamis ini?
Seperti dulu yang sudah kukatakan di Twitter:
Buku adalah gerbang peradaban
Hiburan adalah awal dari kehancuran peradaban
Mengapa kukatakan demikian?
Tipikal dari hiburan adalah keramaian, kebisingan, keributan, responsibilitas tanpa henti, mencak-mencak, mencari sensasi baru, beralih dari adventure satu menuju adventure lainnya; bukankah itu semua berbeda 180 derajat dari membaca buku? Anteng, tenang, pemikiran dalam, berpikir secara empiris dan sistematis, kesabaran, perenungan. Oke, itu semua benar-benar sangat bertolak belakang.
Eh, sekarang lagi nyetel lagunya Tsubasa wo Kudasai, agak susah jadinya ngetiknya (tisu mana tisu?)
*lupakan
Jadi, kalau kita ingin maju, kita ingin memperoleh kehidupan yang lebih baik, atau yang paling pentingnya adalah kita ingin mengembalikan kejayaan kita yang telah lama dilupakan sejarah, ayo kita gali kembali potensi kejayaan kita yang telah lama terkubur sejarah. Kita tak ingin kejayaan kita, keabadian kita, hanya tinggal nama
…tanpa seorang pun kan mengingatnya
Jadi, sudah siapkah kamu membaca buku?

Download aplikasi android Muhammad Zaini DI SINI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar