Minggu, 28 Juni 2015

Ketika Lawak (sudah) Tak Mengenal Etika

Problem?
Profesi lawak di Indonesia bisa kubilang sangat sukses dan mampu menarik audien yang sangat besar dibandingkan bidang entertaiment lainnya. Entah faktor apa yang membuat profesi ini melejit tapi kalau menurutku sih karena ada kaitannya dengan kultur bangsa kita yang mudah tersenyum, mudah bergaul, dan pastinya mudah tertawa :v
Zaman-zaman pelawak di Indonesia pun terus berganti. Kalau dulu kita mengenal dengan Warkop DKI dan Srimulat. Lalu berganti dengan Extravaganza. Terus OVJ. Sampai sekarang yang setiap acara entertaiment ada lawakannya. Oh ya, sampai lupa, ada juga Stand Up Comedy yang membawa aliran baru dalam lawak yang “nggak cuma ketawa” tapi juga cerdas.
Tapi sangat disayangkan, beberapa pelawak pada zaman kini mulai merambah batas-batas yang tidak diperbolehkan kita melawak di dalamnya. Apa itu? Tentu saja dalam perkara agama.
Allah subhanahu wa taala berfirman:
Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa. (QS At Taubah: 65–66)
Kemudian, disebutkan juga dalam buku sejarah fenomenal besutan seorang sejarawan Muslim yang namanya sudah tak asing lagi akan kepakarannya yaitu Ibnu Khaldun. Di dalam bukunya—yang terjemahan Indonesia :v—Ibnu Khaldun menulis:
Ath Thabari dan sejarahwan lain menceritakan bahwa Ar Rasyid [1] shalat nafilah (sunnah) seratus rakaat setiap hari [2]. Satu tahun dia berperang melawan orang-orang yang tidak beriman, dan setahun lagi melakukan ibadah haji. Dia pernah menghardik pelawaknya, Ibnu Abi Maryam, yang melakukan sesuatu yang tidak pantas baginya ketika dia shalat.
Ketika itu Ibnu Abi Maryam mendengar Ar Rasyid membaca, “Mengapa aku tidak akan menyembah (Tuhan) yang menjadikan aku?” [3], Ibnu Abi Maryam menjawab, “Sungguh, saya tidak tau mengapa.” Ar Rasyid tidak dapat menahan tawanya. Seraya menoleh marah ia berkata, “Pelawakku Ibnu Abi Maryam! Hati-hati dengan Al Quran dan agama. Selain itu, terserah menurut sekehendakmu!”
(Muqadimah oleh Ibnu Khaldun, hal. 28)
Nah, ayo deh kita mulai mengintropeksi diri kita semoga kita tidak menabrak aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Allah subhanahu wa taala :D

Daftar Bacaan

  • Al Quran Al Kariim :D
  • Ibnu Khaldun. Muqadimah (diterjemahkan oleh Ahmadi Thaha). 2000. Jakarta: Pustaka Firdaus.


Download aplikasi android Muhammad Zaini DI SINI

  1. Maksudnya adalah Sultan Harun Ar Rasyid dari Kerajaan Islam Bani Abbasiyah.  ↩
  2. Kalimat ini tidak tercantum dalam terjemahan Franz Rosenthal.  ↩
  3. QS Yaasiin: 22  ↩

Tidak ada komentar:

Posting Komentar